Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Penyelesaian Konflik Batas Desa. Batas Desa merupakan pemisahan batas wilayah Administrasi Desa secara tegas di Lapangan.  Kejelasan batas wilayah tersebut menjadi patokan setiap wilayah dalam mengelola segala urusan administrasinya. Batas desa adalah salah satu contoh penegasan batas dalam skala kecil namun sangat penting.

Karena batas desa merupakan batas awal dimana akan mempengaruhi batas-batas lainnya seperti batas kecamatan, batas kabupaten dan Provinsi. Batas desa umumnya akan dapat diterima oleh semua pihak. Apabila didukung oleh dokumen otentik berupa, peta batas daerah dan tanda fisik di lapangan barupa pilar tanda batas.

Pemerintah desa melaksanakan kewenangan masing-masing dalam lingkup batas daerah yang ditentukan. Artinya kewenangan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa tidak boleh melampaui batas daerah. Yakni batas  yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Permendagri No: 45 tahun 2016 tentang Pedoman penetapan dan penegasan batas desa. Disana disebutkan bahwa Batas Desa adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa.

Resep Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Batas Desa yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti : Gigir/punggung gunung/pegunungan; median sungai, dan unsur buatan dilapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Penetapan dan penegasan batas Desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan. Untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu Desa, yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.

Sumber konflik batas Desa yang paling sering terjadi adalah tumpang tindih kepemilikan atau penggunaan lahan pertanian (ladang, sawah atau kebun) antar desa. Ditambah kurang kuatnya hubungan antara kelompok masyarakat oleh karena sejarahnya. Sumber konflik lain adalah sumber daya alam yang bernilai tinggi, berupa batu bara, hasil hutan non kayu, seperti sarang burung atau gaharu, dan potensi kayu Laonnya.

Karena mengharapkan keuntungan besar dari pemanfaatan sumber daya alam (misalnya, ganti rugi tanah atau fee) masing-masing pihak berusaha untuk mengubah kesepakatan letak Batas Desa, sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Bisa juga dengan memanfaatkan ketidak tahuan dari desa tetangga.

Seperti Apa Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Misalnya sebuah desa mendaftarkan batas desa nya ke Kabupaten. Mestinya pihak Kabupaten harus terlebih dahulu menanyakan kesepakatan batas dengan desa tetangga kepada Desa yang akan mengajukan batas desanya. Pada kenyataannya sering lupa atau memang pejabatnya “kurang” menguasai persoalan. Dengan demikian batas desa jadi legal tetapi sebenarnya “cacat” secara hukum. Maka konflikpun terjadi.

Solusi untuk permasalahan seperti ini sebenarnya secara teknis tidaklah susah. Sesuai Permendagri No 76 Tahun 2012 tentang Penegasan Batas Daerah. Yang diperlukan adalah adanya Peta Kerja Kartometerik. Peta Kerja dalam metode Kartometrik ini adalah Peta kerja.

Peta yang dapat menghasilkan kenampaan dua serta tiga dimensi terkait wilayah batas Desa. Wilayah yang ditampilkan pada peta kerja tersebut. Dengan kata lain peta kerja ini mampu menghadirkan kondisi lapangan yang sebenarnya secara tiga dimensi di ruang rapat. Sehingga para pihak dengan mudah melihat dan dapat menetapkan batas kesepakatan yang mereka inginkan diatas kertas. Baru kemudian dibawa kelapangan.

Baca Juga  :  Kemiskinan Yang MengInspirasi

Apa sebenarnya Metode kartometrik itu? Mengacu kepada Permendagri No.76 tahun 2012 metode Kartometrik. Adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran  / peng hitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayahnya.  Hal ini dibantu dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap.

Formula Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Dari pengertian ini. Maka untuk penelusuran, penarikan garis batas, dan pengukuran, perhitungan posisi (koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah. Maka harus disiapkan peta kerja. Peta kerja ini dibuat denagan memanfaatkan peta dasar  (peta RBI) sebagai acuan. Dan peta-peta, informasi geospasial lain, seperti citra satelit, landsat, spot dll.,  sebagai pendukung.

Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja. Peta  yang akan digunakan dalam pelacakan  untuk mencapai kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan. Peta ini juga digunakan untuk menentukan koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta dasar yang memadai, baik dari aspek skala maupun ketelitian dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut.

Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis  dan dokumen teknis. Dokumen yuridis  meliputi  peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan. Juda dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak. Dokumen teknis  meliputi peta dasar (peta RBI)  dan informasi geospasial lainnya (citra satelit, peta tematik) yang dijadikan sebagai dasar pembuatan peta kerja yang akan digunakan untuk pelacakan batas.

Peta Kerja Kartometrik Peta Solusi Masalah.

Peta Kerja Kartometrik ini memerlukan perangkat lunak seperti  : ESRI ArcGIS Desktop ; Global Mapper; Google Earth ; Spectral Transformer Tool Sets for Landsat-8 Imagery (GeoSage).

Proses Pengolahan  Citra dilakukan dengan tahapan Pre-processing, processing Citra  dan hingga analisisnya, serta pelacakan diatas peta kerja. Secara sederhana bisa kita tuturkan bahwa pada proses ini terdapat tahapan pre-processing dan prosesing citranya sendiri, dengan langkah langah sebagai berikut; Loading image ;

Citra mentah (raw image) berupa format citra diproses secara digital geoprocessing (image processing), seperti, format bit (16 sd 32 bit), format data (Geotiff, BILL, BSQ dll). Kemudian di koreksi radiometrik citra, process untuk mengurangi efek kesalahan akibat radiometri, seperti haze atmosfer, kesalahan strip data image dll.

Kemudian dilakukan koreksi geometri citra yakni penyesuain sistem koordinat citra terhadap sistem koordinat nasional (WGS 84).  Metode yang dimaksud cukup dengan model image to map register. Yakni dengan peta RBI skala 1 : 5000  sebagai master correction.

Kesepakatan Inti Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Karena diperlukan juga untuk kontrol vertikal (ketinggian), maka dilakukan koreksi citra terhadap data ketinggian. Data ketinggian yang dimaksud cukup menggunakan data SRTM yang memadai. Sehingga output citra final bisa menghasilkan citra yang terkoreksi baik secara horisontal maupun vertikal (Ortho Rectified Imagery).

Pada tahap Processing Citra, adalah prosesing pada citra yang sudah terkoreksi (ORI) dan itu dilakukan dengan tahapan lewat  Cropping image (ROI) sesuai lokasi kegiatan; Overlay data citra dan data kewilayahan; dan Analisis untuk updating segmen batas wilayah berbasis citra. Dalam tahapan pekerjaan prosesing Citra ini, bisa mempergunakan berbagai Software terkait prosesing yang diperlukan.

Software yang dipergunakan adalah software seperti : Global Mapper 11, Argis 10.1, Google earth, Spectral Transformer Tools untuk Landsat-8 Imagery (GeoSage) dll.  Proses data citra didahului dengan melakukan Penggabungan (pembuatan Mosaik) peta RBI untuk seluruh liputan batas Desa yang akan di tegaskan Batasnya. Hal ini dilakukan dengan penyusunan liputan peta sesuai dengan nomor Lembar peta (NLP) yang dibutuhkan sesuai corridor batas.

Tahapan berikutnya adalah melakukan buffering terhadap segmen koridor batas, yang dibutuhkan. Proses buffering dilakukan dengan memanfaatkan software misalnya dengan Argis. Proses ini dilakukan dengan mengikuti pemberian indeks segmen corridor batas. Segmen yang sesuai kode wilayah sebagaimana yang diberikan oleh PPBW-BIG dan sekaligus akan menetapkan jumlah segmen koridor batas. Jumlah ini sesuai dengan ketentuan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah ditetapkan. Dari proses buffering ini diperoleh sejumlah segmen koridor batas ( sesuai Peta segmen koridor batas).

Batas Negara Indonesia
Batas Negara Indonesia

Penyelesaian Perselisihan Batas Desa.

Untuk memperkaya atau memperlihatkan lebih jelas keadaan lapangan yang sebenarnya. Maka dilakukan proses pemodelan, baik dalam 2 ataupun 3 dimensi. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan Citra yang ada. Prosesing ini lebih sederhana karena berbagai data citra yang ada sudah dalam bentuk jadi (matang). Dengan demikian prosesnya lebih sederhana dan lebih cepat.

Secara teknis sebenarnya permasalahan Batas Desa tergolong sangat sederhana, tetapi persoalannya para pihak sudah datang dengan perhitungannya sendiri-sendiri. Masalah Batas yang sebenarnya bisa dengan jelas dapat dilihat pada Peta Kerja di Ruang Rapat serta bisa di cek kebenarannya di lapangan. Tetapi menjadi ruwet karena para pihak sudah terpola pikirannya. Apalagi sudah dapat masukan dari para pendukung yang juga punya kepentingannya masing-masing.

Secara Undang-undang masalahnya juga sudah di atur dengan baik, kuat dan mengikat. Misalnya seperti pada. Permendagri No 76 Tahun 2012 yang pada intinya.  Penyelesaian sengketa atau perselisihan batas bisa dilakukan diatas peta secara Kartometrik.  Permendagri  itu memberikan penekanan secara lebih tegas, dan kuat kepada Pemda Provinsi ( Gubernur) sebagai perpanjangan tangan Mendagri di daerah.

Pedoman Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Revisi tersebut kembali memberi penekanan sesuai amanat penyelesaian perselisihan batas daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 198, yakni :

Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kab/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

Baca   Juga   :  Membangun Tim Sukses Pilkada

Bilamana terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kab/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kab/Kota di luar wilayahnya, maka Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final. Juga ditegaskan jangka waktu dan mekanisme yang lebih jelas.

Secara tegas Permendagri No 76 Tahun 2012 memberikan arah yang jelas pada Penyelesaian Perselisihan oleh Gubernur, yakni terdapat pada Pasal 26 :

  • Gubernur melakukan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dengan mengundang rapat bupati/walikota yang berselisih.
  • Bupati/walikota yang berselisih memaparkan kondisi riil wilayah yang dipermasalahkan dan melakukan pertukaran dokumen dalam rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Kemudian Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Penyelesaian Konflik Batas Desa Sesuai Permendagri N0 76 Tahun 2012.

Untuk mengikat waktu permendagri No 76 tahun 2012 itu mengamanatkannya lagi pada Pasal 27 Yakni:

  • Gubernur mengundang bupati/walikota yang berselisih dalam rapat kedua paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah rapat pertama dalam hal tidak tercapai penyelesaian.
  • Juga Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Diperkuat lagi pada Pasal 28; yakni :

  • Gubernur mengundang bupati/walikota dan Tim PBD Pusat dalam rapat ketiga untuk memfasilitasi penyelesaian perselisihan dalam hal tidak tercapai penyelesaian perselisihan dalam rapat kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
  • Juga Gubernur memutuskan perselisihan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Apabila Gubernur tidak dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menyerahkan proses selanjutnya kepada Menteri Dalam Negeri.

 Pada Pasal 29 hal itu diperjelas lagi dengan :

  • Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 bersifat final.
  • Dari Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Surat Gubernur.
  • Surat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian dari penyusunan Peraturan Menteri tentang Batas Daerah.

Pada pasal 30 upaya mempercepat penyelesaian tersebut diperkuat lagi. Lihat selengkapnya isi pasal 30 yakni: Dalam hal ada pihak yang tidak hadir dalam rapat dan/atau tidak melaksanakan tindak lanjut hasil rapat, maka pihak yang tidak hadir dan/atau tidak melaksanakan tindak lanjut hasil rapat dianggap telah sepakat.

Di susul oleh Pasal 31, yakni : Gubernur melaporkan hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 kepada Menteri dilampiri dengan berita acara selesainya perselisihan yang ditandatangani oleh bupati/walikota yang berselisih.

Batas Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Sebagai kata kunci pengikat waktu dapat dilihat pada Pasal 32. Penyelesaian perselisihan batas daerah antar kabupaten/kota dalam satu provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. Dilakukan paling lama enam bulan setelah rapat pertama penyelesaian perselisihan dilaksanakan. Tapi memang demikianlah tipikal perseleisihan Batas Desa, tidak berbeda dengan batas-batas lainnya. Susah di kompromikan dan hanya fokus pada kepentingannya sendiri-sendiri

Ketika Tugu Batas Di Geser
Ketika Tugu Batas Di Geser

Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Oleh Harmen Batubara

Penyelesaian Konflik Batas Daerah. Perselisihan batas Daerah. solusinya adalah kesepakatan para pihak, solusi yang sesuai Undang-undang. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah untuk menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006. Hal ini  sejalan dengan Permendagri No 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.

Menyebutkan bahwa penentuan batas daerah secara pasti, sangat diperlukan untuk melaksanakan amanat undang-undang tentang pembentukan daerah.  Termasuk dalam rangka menciptakan kepastian hukum wilayah administrasi pemerintahan.

Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah
Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah

Perselisihan batas daerah telah menjadi persoalan besar dan menjadi salah satu keprihatinan Nasional. Rangkaian konflik ini telah banyak menghabiskan waktu, dana dan peluang untuk pembangunan daerah ke arah yang lebih baik lagi. Sejak era otonomi daerah (Otda) tahun 1999, jumlah daerah otonom telah bertambah sebanyak 205 buah, yakni 7 provinsi, 164 Kabupaten dan 34 kota (Kemendagri, 2010).

Solusi Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Jumlah perselisihan Batas antar Daerah  di Indonesia saat ini ada sebanyak 977 segmen, dengan rincian 162 segmen batas antar Provinsi dan 815 segmen batas antar Kabupaten/Kota. Alhamdulillah Kementerian Dalam Negeri telah dapat menyelesaikan sebanyak 453 segmen. Dengan rinsian 78 segmen batas antar Provinsi dan 375 segmen batas antar Kabupaten/Kota.  Jumlah yang ditetapkan dengan Permendagri mencapai 364. Selain itu, sebanyak 355 segmen dalam proses tahapan penegasan batas dan 169 segmen belum dilakukan penegasan batas daerah.

Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-undang No. 22/1999 yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mewujudkan perubahan sistem dari pemerintahan yang sentralisasi menjadi desentralisasi. Tapi  ternyata banyak disalah tapsirkan. Karena itu muncullah semangat “kedaerahan” yang berlebihan, primodialisme dan sektarianisme terus menguat. Ada masa waktu itu. Tafsiran yang keliru terhadap otonomi daerah ini pada akhirnya turut mendistorsi semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Akar Masalah dan Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Indikator lain yang dapat dilihat dari kekeliruan mentafsirkan otonomi daerah ini adalah terjadinya konflik komunal di beberapa daerah.  Dimana sekelompok orang cenderung memaksakan kehendaknya terutama dalam pengisian jabatan-jabatan politik dan birokrasi. Sseperti pengisian kepala daerah dan jabatan-jabatan struktural lainnya yang harus diisi oleh putera daerah. Demikian juga dengan batas daerah, pada era ini perbatasan menjelma jadi kedaulatan yang tidak boleh diusik oleh siapa saja.

Baca Juga : Mau Jadi Penulis Profesional ?

Sejak berlakunya UU.No.22 tahun 1999, daerah mempunyai peluang yang lebih mandiri dalam mengelola daerahnya sesuai kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Pada UU No.22 tahun 1999 banyak kewenangan yang diberikan ke daerah kecuali  bidang-bidang: politik luar negeri, fiskal dan moneter, pertahanan, keamanan, hukum dan keagamaan.

Dengan demikian, semenjak era otonomi daerah kewenangan yang luas.  Daerah mempunyai porsi kewenangan yang sangat besar dibandingkan dengan era sebelumnya. Adanya pelimpahan wewenang  yang luas kepada daerah untuk mengelola wilayahnya menciptakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah daerah.

Pemekaran daerah jadi booming. Ada berbagai faktor penyebab yang mendorong munculnya pemekaran yaitu: faktor kesejarahan, ketimpangan pembangunan, luasnya rentang kendali pelayanan publik dan  tidak terakomo dasinya representasi politik. Sedangkan faktor penyebab pemekaran jadi lebih menarik adalah limpahan fiskal yang berasal dari APBN berupa DAU (Dana Alokasi Umum)  dan DAK (Dana Alokasi Khusus).  Penentuan DAU memperhatikan kebutuhan daerah yang tercermin dari data jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografis dan tingkat pendapatan masyarakat dan potensi ekonomi daerah (Salam, 2002).

Wilayah Adninistrasi Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Pentingnya batas wilayah daerah otonom yang benar (tidak bermasalah) adalah untuk :1) kejelasan cakupan wilayah dalam pengelolaan kewenangan administrasi pemerintahan daerah, 2) menghindari  tumpang  tindih tata ruang daerah, 3) efisiensi – efektivitas pelayanan publik, 4) kejelasan luas wilayah, 5) Untuk kejelasan administrasi kependudukan.

Juga untuk  6) Begitu juga kejelasan daftar pemilih (Pemilu, Pilkada), 7) Ditambah kejelasan administrasi pertanahan, 8) Termasuk kejelasan perijinan pengelolaan sumberdaya alam (Subowo, 2009). Oleh sebab itu batas wilayah daerah otonom memiliki arti penting dan strategis apabila dibandingkan dengan era sebelumnya.  Maka  ketidak jelasan batas wilayah daerah otonom selalu menjadi sumber penyebab sengketa batas antar daerah (Kristiyono,  2008).

Sengketa batas wilayah bisa terjadi dalam hal adanya ketidaksepakatan batas hasil  penetapan dalam undang-undang pembentukan daerah maupun dalam proses penegasan yaitu pemasangan tanda batas di lapangan. Dalam praktek di lapangan, proses penegasan batas daerah tidak selalu dapat dilaksanakan dengan lancar. Bahkan ada kecenderungan jumlah sengketa batas antar daerah meningkat (Rere, 2008). Pada tanggal 3 September 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan kebijakan Moratorium (penghentian sementara) pembentukan daerah otonom baru.

Mempercepat Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Namun demikian, dalam kurun waktu 10 tahun (1999 – 2009) terjadi penambahan daerah otonom baru sebanyak 205 buah, yang terdiri atas 7 daerah provinsi, 164 daerah kabupaten dan 34 daerah kota.  Dengan demikian total jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 524 daerah otonom. Yang terdiri atas 33 daerah provinsi, 398 kabupaten dan 93 daerah kota (Kementrian Dalam Negari, 2010).

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus ber upaya untuk mendorong upaya percepatan Penegasan Batas Daerah untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemendagri mendorong Kepala Daerah untuk menyelesaikan perselisihan maksimum 30 hari kerja. Persoalan Penegasan Batas Wilayah ini telah menjadi bagian dari percepatan program pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama tiga tahun.

Pengamanan Perbatasan
Pengamanan Perbatasan

 “Dalam upaya percepatan penegasan batas daerah Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000,” kata Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (BAK), Eko Subowo, dalam keterangan pers di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat (9/10/2017). Eko mengatakan, Peraturan Presiden tersebut memberi arahan dalam percepatan penegasan batas antar daerah, sebagai upaya dalam menciptakan tertibnya wilayah administrasi suatu wilayah.

Perlu Sinergis Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Khususnya wilayah berdampak pada pentingnya kejelasan cakupan wilayah administrasi pemerintahan.  Kejelasan administrasi kependudukan; Untuk kejelasan daftar pemilih (pemilu, pilkada); Buat kejelasan administrasi pertanahan; Ditambah kejelasan perizinan pengelolaan SDA, dan kejelasan pengaturan tata ruang daerah.

Menurut Eko Kemendagri telah melakukan beberapa terobosan. Pertama, mengambil alih penyelesaian batas (Kabupaten/Kota) yang tidak bisa diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi. Karena dalam Peremendagri 76 tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Antar Daerah.

Gubernur diberi kewenangan menyelesaikan perselisihan batas antar daerah selama 6 bulan. Kalau tidak mampu maka Gubernur di “paksa” untuk menyerahkan masalah penyelesaiannya ke Mendagri. Karena itu, “Kemendagri mendorong agar Gubernur dapat menyelesaikan perselisihan maksimum 30 hari kerja,” ujar Eko.

Baca Pula : Pengalaman Jadi Penulis Harian Lepas

Secara teknis, ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penegasan batas antar daerah. Cara atau metode ini boleh dikatakan hampir sama sejak  Permendagri No 1 Tahun 2006, demikian juga dengan Permendagri No 76 Tahun 2012 serta Permendagri No 141 Tahun 2017.  Yang membedakannya adalah  adanya perubahan dari penentuan titik pasti di lapangan.  Pada Permendagri No 1 Tahun 2006 di ganti dengan metode Kartometrik pada Permendagri No 76 Tahun 2012.

Pemda Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Demikian pula pada Permendagri No 141 Tahun 2017 yang membedakannya adalah pada pemberian kewenangan yang lebih besar kepada Gumbernur. Dalam meyelesaikan perbatasan yang ada di wilayahnya yang secara substansi menjadi revisi diantaranya: Rentang waktu penyelesaian perselisihan oleh gubernur diperpendek menjadi + 2,5 bulan. Dan dapat diambil alih oleh menteri jika tidak ada laporan dari gubernur.

Memperinci data dasar dan data dukung yang digunakan dalam penegasan batas daerah.  Memperinci tugas masing-masing Tim PBD baik pusat maupun daerah . Dan Memperinci sumber pendanaan kegiatan penegasan batas baik dari APBN maupun APBD.

Kedua, Kemendagri menerbitkan SE kepada Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi dan Kab/Kota (SE No. 125.4/3618/SJ dan SE 125.4/3619/SJ) untuk mensinergikan program dan kegiatan dalam APBD 2018 untuk penyelesaian batas antar daerah. Selain itu, melakukan sinkronisasi kegiatan dengan Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (KSP), khususnya terkait dengan target KSP sebagaimana diatur dalam Perpres 9 Tahun 2016.

Penguatan Daerah Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Secara teknis Percepatan Pelaksanaan KSP dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan, yaitu:

  • Kompilasi data IGT (Informasi Geospasial Tematik) yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga, Kelompok Kerja Nasional IGT, dan/atau pemerintah daerah untuk seluruh wilayah Indonesia;
  • Integrasi data IGT melalui proses koreksi dan verifikasi IGT terhadap IGD (Informasi Geopasial Dasar); Inkronisasi dan penyelarasan antar data IGT yang terintegrasi; dan Penyusunan rekomendasi dan fasilitas penyelesaian permasalahan IGT, termasuk penyediaan alokasi anggaran dalam rangka penyelesaian permasalahan tersebut.
  • SE Kemendagri tersebut mendorong agar kegiatan Kompilasi Data IGT (tema batas Daerah) di singkronkan dengan IGD yang ada. Dengan cara ini maka diharapkan penyelesaian perselisihan batas antar daerah semakin terkoordinasi.

Baca Juga  :  Pengamanan & Pertahanan Di Perbatasan

Tetapi sebenarnya dalam pelaksanaannya dan dari berbagai pengalaman yang kita teliti, cara termudah untuk menyelesaikan perselisihan perbatasan ini bukanlah pada kelengkapan datanya, bukan pula pada kebenaran perbatasan itu sendiri sesuai dengan UU yang dimilikinya.  Tetapi yang paling baik itu adalah pada kesepakatan bersama. Kalau kedua belah pihak sepakat, maka seperti apapun wujud dan lokasi perbatasan yang selama ini jadi sumber permasalahan bisa berubah jadi batas kesepakatan.

Jadi diharapkan bagi Pemda yang mempunyai perselisihan batas maka sebaiknya carilah Lokasi dimana kedua belah pihak sepakat. Dengan kesepakatan semua masalah perbatasan jadi selesai. Jangan terlena pada data dan UU yang dimiliki. Karena semua itu kalau tidak diakui oleh pihak lainnya maka tidak akan ada maknanya. Karena tanpa kesepakatan maka tidak ada yang bisa menetapkan batas yang sebenarnya. Itu Fakta dan itu berlaku dimana-mana. Baik itu perbatas antar Negara maupun perbatasan antar daerah. Tanpa kesepakatan, maka perbatasan hanyalah sumber masalah yang tidak akan ada selesainya.

Konten Marketing
Konten Marketing