Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Oleh Harmen Batubara

Pengamanan dan pertahanan erat kaitannya dengan gairah ekonomi di daerah itu. Maksudnya gairah ekonomi di kawasan akan sangat besar pengaruhnya terhadap pengamanan dan pertahanan di wilayah tersebut. Bagaimana caranya agar ekonomi perbatasan ini bisa bergairah? Potensi apa yang bisa digunakan untuk menggerakkan warga di perbatasan. Misalnya potensi Kelapa sawit? Coba kita perhatikan. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) saat ini telah memiliki 99 pabrik pengolahan kelapa sawit yang tersebar pada tujuh kabupaten. Dari 99 pabrik pengolahan kelapa sawit tersebut, kapasitas produksi tandan buah segar (TBS) terpasang mencapai 5.662 ton per jam dengan kapasitas terpakai mencapai 4.964,68 ton per jam.

Rincian per kabupaten dari 99 pabrik aktif tersebut adalah di Kabupaten Kutai Timur terdapat 38 pabrik yang tersebar pada 12 kecamatan, sementara untuk kapasitas produksi TBS terpasang sebanyak 2,1ton per jam dan yang terpakai sebanyak 1.9 ton per jam. Kemudian di Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat 19 pabrik pengolahan kelapa sawit yang tersebar pada 11 kecamatan, kapasitas produksi TBS terpasang sebanyak 1.1 ton per jam dan yang terpakai sebanyak 918,9 ton per jam. Di Kabupaten Penajam Paser Utara tercatat ada enam pabrik pengolahan kelapa sawit pada tiga kecamatan, kapasitas produksi TBS terpasang tercatat 360 ton per jam dan yang terpakai sebanyak 238,3ton per jam.Produk turunan dari Crude Palm Oil (CPO) meliputi minyak goreng, margarin, shortening, sabun, biodiesel, lemak industri, pakan ternak, produk kosmetik, dan berbagai bahan makanan.

Gairah Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Kita tahu produk produk turunan dari CPO? Antara lain yaitu minyak goreng dan mentega. Kandungan lemak seimbang dalam CPO menjadikannya sebagai pilihan yang ideal untuk menggoreng dan memasak. Minyak goreng yang dihasilkan dari sawit mentah juga memiliki stabilitas yang baik pada suhu tinggi. Kita juga tahu Pabrik kelapa sawit merupakan salah satu industri hasil pertanian yang terpenting di Indonesia dan merupakan perusahaan industri yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan tujuan memproduksi Crude Pulm Oil (CPO) dan inti kelapa sawit (IKS) sebagai produk utama.

Bahkan biji sawit diolah jadi PKO. Palm kernel oil (PKO) merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan minyak goreng, mentega, dan produk makanan lainnya. Kernel kelapa sawit juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan oleokimia, seperti fatty alcohol, fatty ester, glycerol, dan fatty acid. Bahkan Limbah kelapa sawit dapat diolah jadi berbagai produk yang laku dipasar. Limbah kelapa sawit dapat berupa limbah padat, limbah cair dan limbah gas, yang semuanya masih dapat dimanfaatkan baik untuk bahan bakar, pakan ternak, pupuk, bahan industri, biogas , listrik, dan sebagainya. Limbah cair sawit / Palm Oil Mills Effluent (POME) bisa dimanfaatkan menjadi biogas dan listrik.

Presiden meminta untuk usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah diberikan peluang terus untuk berproduksi terutama di sektor pertanian.  Juga di sektor-sektor industri rumah tangga serta warung-warung tradisional, dan sektor makanan dengan protokol kesehatan yang ketat,” demikiian pesan Presiden Jokowi melalui telekonferensi, Rabu 15/4/2020.  Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan langkah Kementerian PUPR dalam memberikan peluang sektor UMKM untuk berproduksi melalui penyediaan fasilitas ruang usaha di Rest Area Jalan Tol. Juga di Pos Lintas Batas Negara (PLBN), dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) serta Pembangunan/ Rehabilitasi Pasar.

Ekonomi UMKM, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Penyediaan fasilitas UMKM pada rest area/Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) dilaksanakan di sepanjang Jalan Tol di Pulau Jawa (46 Tipe A, 23 TIP Tipe B, dan 26 TIP Tipe C).  Juga di Jalan Tol Trans Sumatera (31 TIP), termasuk upaya mengembangkan TIP yang terhubung dengan kegiatan ekonomi di sekitar jalan tol. Salah satu contoh di rest area KM 429 B ruas Semarang-Solo, dimana 11 tenant merupakan UMK kuliner dengan brand dan produk lokal yang sudah memiliki beberapa cabang di Indonesia.Penyediaan fasilitas UMKM juga diberikan melalui pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan sosial-ekonomi di kawasan PLBN.  Seperti pembangunan kios/lapak pasar pada 7 PLBN yang telah dibangun;  yakni PLBN Entikong, Aruk, Badau di Kalimantan Barat. Kemudian Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur serta Skouw di Papua.

Membuka Pasar Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Sebagai contoh, Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya pada periode 2019-2020 mengalokasikan anggaran Rp 117,5 miliar. Anggaran  untuk melanjutkan pengembangan sarana dan prasarana penunjang (Zona Sub Inti) PLBN Skouw.  Termasuk pembangunan area komersial dan pasar sebanyak 304 kios di atas lahan seluas 3.600 m2. Desain pasar terdiri dari kios basah, kios kering serta kios terbuka, yang tidak memakai atap penutup berjumlah 50 kios. Saat ini seluruh progres fisik Zona Sub Inti mencapai 80,45%.

Dari segi kerja sama regional maka BNPP sejatinya diharapkan jadi fasilitator dalam mempererat para petugas atau pejabat di lingkungan perbatasan dengan negera tetangga. Demikian pula ke dalam, ke Pemda di wilayah perbatasan agar secara sinergis menetapkan lokasi-lokasi destinasi wisata yang bisa jadi Ikon perbatasan. Sebab bagaimanapun sederhananya ekonomi perbatasan yang akan dikembangkan, harus didukung oleh para pelaksana lapangan.

BNPP, Kemdagri dan Kemlu serta Pemda perbatasan terkait bisa sinergis untuk memuluskan kerja sama dalam mengoptimalkan pemberdayaan ekonomi perbatasan. Konsep pengembangan ekonomi perba tasan memang menekankan hal seperti itu, yakni memanfaatkan potensi masing-masing wilayah untuk bisa memberikan kontribusi terbaik.

Sinergi Sektor Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan. Badan Nasional Pengelola Perbatasan[1] (BNPP) menggelar Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan Negara (Rakornas Pamtas) Tahun 2020. Acara diselenggarakan di Ballroom Hotel Pullman Lt. L Central Park Podomoro City, Jakarta Barat, Rabu (11/03/2020).  Maksud dan tujuan dari pelaksanaan Rakornas Pamtas 2020 ini adalah memberikan pemahaman tentang arah kebijakan dan strategi pengamanan perbatasan negara.

Batas Negara Indonesia
Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan.

Serta menemukan permasalahan pengelolaan batas wilayah negara dan lintas batas negara sebagai dasar perumusan dan kebijakan untuk mewujudkan sistem pengamanan perbatasan negara seacara terpadu menuju perbatasan negara yang aman, tertib, bersinergi dan dinamis.

Dalam keynote speech-nya, Tito Karnavian menyatakan salah satu isu yang di bahas dalam Rakornas Pamtas ini adalah langkah sinergis.  Upaya apa yang harus dilakukan menyikapi banyaknya temuan aktivitas lintas batas ilegal yang keluar masuk Indonesia tanpa melalui prosedur formal. Setidaknya terdapat sebelas (11) permasalahan utama dalam pengamanan kawasan perbatasan di luar kejahatan lintas batas negara.

Permasalahan Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan.

Yakni: Pertama, masih Lemahnya Pengawasan di Kawasan Perbatasan. Kedua, terdapat banyak jalur lintas negara illegal baik barang, narkoba maupun manusia. Ketiga, sering terjadinya penjualan dan pembelian bahan bakar minyak secara illegal antara kapal besar dengan kapal kecil;

Pengamanan Di Perbatasan
Pengamanan Di Perbatasan

Selanjutnya, keempat, adanya kapal peti kemas dari luar negeri yang membuang limbah B3 di lautan Indonesia. Kelima, banyaknya pelabuhan tradisional yang rawan dijadikan lokasi penyelundupan. Keenam, keterbatasan pengetahuan nelayan tradisional tentang batas wilayah negara sehingga banyak nelayan yang ditangkap kepolisian negara tetangga.

Ketujuh, kurangnya prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di berbagai wilayah pantai/Perbatasan laut sehingga banyak nelayan tidak mendapat nilai ekonomis dan hasil laut. Kedelapan, belum maksimalnya kerjasama antar Kementerian/Lembaga dalam menangani kejahatan Lintas Negara.

Kesembilan, kurangnya jumlah personel di wilayah perbatasan dan masih terbatasnya sarpras pencegahan Lintas Negara. Kesepuluh, banyaknya peraturan dan undang-undang terkait Perbatasan yang tumpang tindih kewenangan K/L; dan kesebelas, belum maksimalnya kerjasama antar aparat penegak hukum di perbatasan.

Baca Juga : Membangunan Perbatasan Berbudaya Papua

Kerjasama Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

“Ada beberapa persoalan yang kita hadapi dalam mengelola perbatasan kita. Baik di batas darat, laut, maupun udara. Di darat belum selesainya penetapan dan penegasan batas wilayah negara dengan negara tetangga pada beberapa segmen. Jadi, ada batas-batas darat yang belum selesai. Batas belum disepakati dengan negara tetangga kita. Belum maksimalnya pengawasan kawasan batas negara. Patok-patoknya ini belum jelas, dan juga pemeliharaannya,” ujarnya.

Di samping itu, Tito juga menyoroti diplomasi dengan negara tetangga perbatasan untuk menentukan batas wilayah negara. Menurutnya, batas wilayah negara perlu dipertegas dan penegasan tersebut harus dilakukan secara maksimal. Kemudian diplomasi perbatasan dengan daerah tetangga belum maksimal. Untuk masalah laut dan udara belum tuntasnya batas laut dengan negara tetangga. Kita berbatasan dengan 10 negara tetangga, baik laut teritorial, batas ZEE dan landasan contingent.

Kemudian belum selesainya penetapan batas udara Indonesia dengan negara tetangga terutama masalah FIR (Flight Information Region),” paparnya. Tak kalah pentingnya adalah yang terkait dengan sarana dan prasarana di kawasan perbatasan yang dapat menunjang aspek keamanan. Untuk itu, ia mendorong adanya teknologi dan terpadunya sistem pengamanan untuk melindungi batas negara.

Terbatasnya Sarana Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

“Di bidang pengamanan juga ada beberapa sarana prasarana pengamanan kawasan perbatasan baik darat maupun laut belum terbangun. Jumlah pos pengaman perbatasan kuantitasnya kurang. Tidak sepadan dengan daerah yang harus diawasi panjangnya. Kemudian teknologinya juga belum setara, kurang advance. Jadi lebih banyak menggunakan cara manual. Belum terpadunya sistem pengawasan aktivitas lintas batas pada jalur non resmi, non PLBN, dan resmi tapi bukan PLBN dll. Terbatasnya pembangunan sistem perbatasan yang betul-betul terpadu, integrated border security system ini belum,” terangnya.

Padahal, persoalan kesejahteraan di kawasan perbatasan merupakan suatu hal yang tak terelakan. Negara, juga perlu hadir di kawasan perbatasan dengan menjadikan perbatasan sebagai peluang ekonomi bagi peningkatan  kesejahteraan bagi masyarakat setempat. “Persoalan lain di daerah perbatasan adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar wilayah perbatasan. Masih menjadi daerah yang banyak tertinggal. Misalnya masalah kemiskinan. Penduduk miskin ini cukup banyak di beberapa wilayah perbatasan, meskipun ada beberapa daerah cukup baik,” kata Mendagri.

Kita ingin agar pemerintah memprioritaskan pembangunan di wilayah perbatasan dengan maksud menjadikannya “kota-kota khusus perbatasan”. Perbatasan yang memiliki karakter sebagai wilayah pertahanan (daerah teritori perbatasan atau frontier yang dipersiapkan agar mampu berperan melaksanakan upaya pertahanan negara) adalah sebuah pilihan. Untuk mewujudkan rasa cinta di perbatasan suatu negara.

Membuka Isolasi Memperkuat Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Untuk itu diperlukan adanya sebuah aksi bersama yang meliputi: Penyelesaian penegasan batas baik di darat maupun di laut. Membangun perekonomian perbatasan dengan jalan menyediakan berbagai infrastruktur yang diperlukan.  Mempersiapkan sistem pertahanan wilayah perbatasan yang terintegrasi dengan pertahanan dan keamanan nasional. Hal seperti itu tentu tetap memrlukan waktu.

Terkait dengan Pembangunan Infrastruktur di wilayah perbatasan, secara fakta sebenarnya sudah ada program pembangunan yang masing-masing di miliki oleh Pemda dan pemerintah pusat.  Hanya saja belum terprogram dan terimplementasi secara terpadu. Ditambah lagi selama ini persoalan keterisolasian Perbatasan sering jadi kendala. Logikanya? Bagaimana mau membangun?

Kalau sarana ke lokasi tersebut belum ada, atau lokasinya belum bisa didatangai. Disamping persoalan laten, yakni masih adanya tumpang tindih kepentingan kementerian/lembaga terkait yang menangani wilayah perbatasan. Terus terang itu zaman dahulu? Sekarang kan sudah sangat berbeda?

LandingPress, Buat Bisnis Online Jadi Menyenangkan
LandingPress, Buat Bisnis Online Jadi Menyenangkan

Dana Desa Dukung Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Pemerintahan Jokowi-JK telah membuka isolasi perbatasan. Tidak tanggung-tanggung.  Jalan parallel perbatasan yang selama ini hanya impian, langsung diwujudkan. 9 Pos Lintas Batas PLBN.  Kini Pos pos itu dibangun kembali dengan megah, dan membanggakan. Tol Luat dan Tol Udara (internet) di bangun, sasarannya jelas membuka isolasi wilayah perbatasan secara total dengan biaya yang dibantu oleh pemerintah Pusat.

Disamping pembangunan infrastruktur perbatasan, pemerintah Jokowi-JK juga memperhatikan kehidupan masyarakat Desa. Yakni dengan pola pembangunan Desa lewat pemberdayaan Desa, yakni dengan mengalokasikan anggaran pembangunan bagi pedesaan.  Suatu langkah nyata yang belum pernah ada sebelumnya. Desa kini menjadi lebih kuat setelah pemerintah juga memberikan Dana Desa.  Diberikan lewat instrumen “dana transfer” ke desa, yang disebut dana desa (DD). Desa yang telah memiliki otoritas menjadi lebih bertenaga karena bisa mengelola anggaran sendiri (anggaran pendapatan dan belanja desa/APBDesa).

Salah satu sumbernya dari DD (di samping enam sumber lain). Dana Desa pemerintah yang diberikan ke Desa jumlahnya juga luar biasa. Pada 2015 total DD Rp 20,7 triliun (dibagi ke 74.093 desa); 2016 sebanyak Rp 46,9 triliun (dibagi ke 74.754 desa); dan pada 2017 ini akan disalurkan Rp 60 triliun (dibagi ke 74.910 desa). Penyerapan DD tergolong fantastis. Tahun pertama terserap 82,72 persen dan tahun kedua 97,65 persen, di tengah situasi regulasi yang belum terlalu mapan, sosialisasi yang dikendalai waktu, dan persebaran desa yang sedemikian luas.

Kebijkan Terpadu Ekonomi, Pengamanan dan Pertahanan DiPerbatasan.

Seiring dengan berlakunya perdagangan bebas ASEAN serta kesepakatan kerjasama ekonomi regional maupun bilateral. Maka peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu dikembangkan. Hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut.  Kerjasama sub-regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area) dan AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal. Polanya dengan jalan memberikan tempat yang pas di perbatasan serta dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak secara seimbang.

Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan sub-regional tersebut Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan serta program pembangunan yang  nyata. Suuatu Kebijakan menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara tetangga.  Jangan sampai terjadi sumberdaya alam yang tersedia ada di wilayah perbatasan akan tersedot keluar tanpa memberikan keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah.

Sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral dan sub-regional perlu disiapkan. Penyediaan sarana dan prasarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, oleh karena itu diperlukan penentuan prioritas baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.

Baca Pula : Mensejahterakan Warga Papua Di Tengah Pembangunan 

Jadi Blogger Atau Vlogger, Lakukan Saja Dulu
Jadi Blogger Atau Vlogger, Lakukan Saja Dulu

Gairah Ekonomi Terkait Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan.

Terkait dengan pengamanan wilayah perbatasan, baik laut maupun darat, masih menjadi permasalahan yang belum dapat terselesaikan secara tuntas. Secara geografis, wilayah kedaulatan NKRI merupakan kawasan yang cukup strategis dan merupakan Negara Besar yang berbatasan langsung dengan tiga Negara untuk batas negara darat, 10 negara untuk batas negara laut, memiliki 3.151 KM panjang perbatasan Darat.

Untuk batas laut wilayah Indonesia memiliki panjang garis pantai ± 99.093 KM dan berbatas laut teritorial dengan empat negara yaitu Malaysia, Republic Democratic Timor Leste (RDTL), Papua New Guinea (PNG) dan Singapura. Sedangkan secara Yuridiksi batas laut Indonesai berbatasan dengan sepuluh negara yaitu India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Palau, RDTL, PNG dan Australia.

Rasio Pengamanan Batas Darat Wilayah Perbatasan Negara saat ini masih belum maksimal dibandingkan Panjang wilayah perbatasan NKRI, yakni 3.151 KM untuk wilayah Darat dan 99.093 KM panjang Garis Pantai.  Dari data yang disampaikan oleh Satgas OPS. PAMTAS Yonif Raider 641/BRU tahun 2019, di perbatasan RI-Malaysia di wilayah Kalimantan Barat terdapat 60 titik perlintasan ilegal[2]

Dengan kondisi sarana prasana di perbatasan yang masih terbatas serta jumlah petugas dan aparat pengamanan yang jauh dari memadai. Ditambah lagi dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat kawasan perbatasan yang masih rendah, sangat berkontribusi besar pada maraknya tindakan perlintasan secara ilegal.  Termasuk didalamnya adalah tindak kejahatan transnasional. Untuk itu, pengelolaan pengamanan perbatasan perlu menerapkan sistem SMART BORDER yang terbagi atas soft border dan hard border.   Penerapan softborder[3] saat ini telah di lakukan di 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu.

Keterpaduan Sinergi Ekonomi DiPerbatasan.

Softborder menerapkan pola keterpaduan pengawasan dan pelayanan lintas batas negara dalam satu manajemen pengelolaan Pos Lintas Batas Negara Terpadu yang dikoordinir oleh BNPP. “Dengan Keterpaduan palaksanaan pemeriksaan dan layanan lintas batas negara yang dikoordinasikan oleh Unit Pengelola PLBN, mampu menghadirkan rasa aman, nyaman dan ramah investasi bagi pelintas maupun pelaku usaha khususnya di kawasan Perbatasan negara,” pungkasnya.

Menteri Tito menambahkan penerapan softborder ini juga akan terus dikembangkan seiring dengan di bangunnya kembali 11 PLBN.  Sebagaimana amanat dari Inpres Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 PLBN dan Sarana Prasarana Penunjang di Perbatasan. Yang pembangunannya ditargetkan selesai pada akhir tahun 2021. Sementara untuk penerapan hardborder di batas wilayah negara akan disinergikan dengan kegiatan Pos Pamtas yang ada saat ini.  Terdapat 113 Pos Pamtas di wilayah Kalimantan, 41 Pos Pamtas di Wilayah NTT dan 101 Pos Pamtas di Wilayah Papua serta 75 Pos Pengamanan di Wilayah Laut teritorial NKRI.

Pertahanan dan pengamanan wilayah perbatasan. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem pertahanan nasional. Sehingga gelar pasukanTNI ( darat,laut dan udara, yang tercakup dalam Kogab wilhan, komando kewilayahan, Armabar,Armatim dan Koops I dan II) dalam gelar pasukannya telah menjadikan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar (PPKT) sebagai bagian NKRI dan berada dalam sistem pertahanan Trimatra tersebut.

Pertahanan Kedaulatan di Perbatasan
Pertahanan Kedaulatan di Perbatasan

Perekonomian Warga DiPerbatasan di Daerah Terisolasi.

Untuk perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan misalnya, ketika perbatasan masih terisolasi Kementerian Pertahanan berencana untuk melengkapi system pemindaiannya dengan pesawat “drone” atau tanpa awak. Bahkan meliputi kepulauan Natuna pula. Termasuk juga penempatan 12 stasiun Radar. Demikian pula terkait  pemindahan pasukan atau tepatnya penempatan pasukan di daerah-daerah perbatasan tersebut. Pangkalan TNI Angkatan Laut Nunukan pada bulan juli2017, mendapatkan Kapal Angkatan Laut (KAL) namanya Ambalat 1-13-45.

Bersamaan dengan empat daerah lainnya di bagian timur Indonesia masing-masing Pangkalan TNI Angkatan Laut Kepulauan Aru, Pangkalan TNI Angkatan Laut Sangalaki, Pangkalan TNI Angkatan Laut Melongwane dan Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna. KAL Ambalat 1-13-45 buatan dalam negeri oleh PT Tesco Indo Maritim dengan spesifikasi panjang 28m, lebar 5,8 m dengan senjata berat mitraliur 20mm dan 12,7mm terpasang di bagian depan dan belakang kapal.

Kita bersukur, karena kegiatan illegal fishing telah memberikan kesadaran baru bagi TNI untuk segera memperkuat system pertahanannya di wilayah Natuna. Lanud Ranai akan di tingkatkan tipenya dari C ke B. Natuna akan dibuat layaknya KAPAL INDUK . Jadi basis militer AL, dan AU, ujar Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan, 23 Maret 2016 yang lalu. Menjadikan Natuna bagai Kapal Induk, jadi pusat pengendali lalu lintas udara di wilayah itu, punya superior terhadap serangan udara lawan, sebagai bunker logistik dan amunisi, untuk mensuplai perbekalan bagi pesawat-pesawat tempur TNI AU yang berpatroli di sekitar perairan tersebut.

Pemanfaatan Drone Dalam Pengamanan Perbatasan.

Demikian juga dengan TNI Angkatan Udara yang akan menyiagakan empat unit pasukan khusus Korps Pasukan Khas (PASKHAS), di Pulau Natuna Besar. Pasukan ini dilengkapi dengan sistem rudal pertahanan udara Oerlikon Skyshield buatan Rheinmetall. Sistem rudal Oerlikon Skyshield merupakan sistem pertahanan udara modular termasuk meriam multirole otomatis 35 mm yang dapat menembak jatuh pesawat.

Saat ini baru pangkalan TNI AU Supadio, Halim Perdanakusuma, dan pangkalan udara Hasanuddin, yang sudah menggunakan sistem persenjataan ini. Tapi bagaimana realisasinya? Masih sangat tergantung kemampuan anggaran pemerintah. Pembangunan hanggar tambahan baru akan disiapkan untuk menampung delapan pesawat tempur. Pesawat-pesawat tempur itu mencakup Tempur Su-27, Su-30, F -16 yang hendak dibeli, dan fasilitas skuadron kendaraan udara tak berawak (UAV).

Rencananya ( sejak tahun 2012) akan ada tambahan 1 batalion Infantri dari Bukit Barisan. Markas batalion tersebut berada di daerah Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur dengan nama Batalion Infanteri 135. Saat ini di sana baru ada dua Kompi C dan D dari Batalyon 134/Raider (Batam). Untuk membangun markas dan sarananya memerlukan anggaran dan waktu. Begitu juga dengan rencana untuk menyiagakan 4 helikopter AH-64E Apache di Natuna tentu perlu infrastruktur. Dalam darurat tentu bisa saja memanfaatkan Bivak dan bersifat mobile.

Kekutan Tambahan Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan.

Tetapi untuk mengoperasikan Heli sekelas Apache memerlukan sarana khusus dan itu perlu dipersiapkan. Kini satuan TNI Terintegrasi telah hadir di Natuna, Kepulauan Riau, dan telah diresmikan. Pembangunan kekuatan ini menunjukkan respons TNI terhadap perkembangan geopolitik di kawasan, terutama eskalasi di Laut China Selatan. Komando Tri Matra yang menggabungkan satuan matra darat, laut, dan udara ini adalah bentuk pembangunan kekuatan TNI agar bisa memberikan daya tangkal terhadap ancaman di perbatasan.

Dihadapkan dengan beratnya medan di sekitar wilayah perbatasan Idealnya Kodam Perbatasan diperkuat dengan satuan Mobilitas Udara (Mobud) yang mampu melakukan patroli udara di sepanjang perbatasan dan juga punya kemampuan untuk memproyeksikan kekuatannya ke DUA TROUBLE SPOTS berbeda di wilayah perbatasan. Kodam secara fakta belum punya kemam puan untuk melakukan patroli udara di sepanjang perbatasan. Dan juga belum punya kemampuan untuk memproyeksikan kekuatannya ke dua trouble spots di wilayah perbatasan pada saat yang bersamaan.

Meski sebatas setingkat regu. Demikian juga untuk perimbangan kekuatan relative dengan negara tetangga, semestinya perlu juga di “gelar” kekuatan pertahanan berupa Meriam batas atau meriam pantai 155 atau yang setara khususnya untuk daerah daerah sekitar  kota-kota perbatasan yang saling berdekatan dengan Kota-kota negara tetangga. Begitu juga dengan satuan Tank, perlu adanya kekuatan semacam itu di Kalimantan.

Pertahanan Teritorial Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan.

Untuk kepentingan pertahanan territorial dan sekaligus untuk menjaga keseimbangan kekuatan pertahanan relative dengan negara tetangga serta untuk menggerakkan perekonomian wilayah perbatasan perlu adanya penambahan dan pergeseran kekuatan di Kalimantan. Khususnya gelar meriam perbatasan 155; penambahan satuan Tank; penambahan daya dukung bandara Nunukan-Malinau-dan Tarakan hingga punya Runway 2650 meter untuk bisa memfasilitasi kepentingan pesawat tempur. Pembangunan satu Brigade Inf di Kalimantan Utara dan perkuatan Lanal serta Lanud Tarakan dirasa sangat mendesak khususnya mengimbangi pihak tetangga yang menjadikan Sabah sebagai Armada Timur negaranya.

Selain matra darat di Kalimantan juga terdapat satuan dari Matra lainnya yaitu dari TNI-AL dan TNI AU. TNI AL terdiri dari Lanal Balikpapan, Tarakan, Pulau Laut dan Banjarmasin yang tergabung dalam Armatim, sedangkan Lanal Pontianak tergabung dalam Armabar. TNI AU terdiri dari 5 Pangkalan dan 2 satuan Radar yaitu Lanud Balikpapan, Banjarmasin, Pangkalan Bun, 2 Satuan Radar Balikpapan dan Tarakan yaitu dibawah kendali Koops AU–II sedangkan Lanud Pontianak dan Singkawang II yang berada di Sanggau Ledo di bawah kendali Koops AU-I. Gelar satuan Non Organik di tiap propinsi, gelar kekuatannya juga tidak diurai dalam tulisan ini.

Pengamanan Dan Pertahanan DiPerbatasan.

Yang ingin kita katakan adalah perlunya gelar kekuatan yang berfungsi dengan baik di perbatasan. Jadi jangalah gelar pasukan yang dibuat itu hanya sekedarnya saja atau daripada tidak ada sama sekali. Intinya perbatasan itu dapat termonitor dengan baik, sehingga kalau ada kekuatan lain yang melakukan penyusupan bisa dicegah dan selanjutnya semua mengerti bahwa perbatasan itu terjaga dengan baik dan punya kemampuan untuk berbuat sesuatu yang perlu dilakukan. Coba kita bayangkan, sekarang ini ada sejumlah pos-pos TNI di perbatasan, yang secara teoritis sesungguhnya tidak bisa berbuat banyak, karena mereka tidak diperlengkapi dengan sarana yang semestinya.

[1] https://www.kapernews.com/2020/03/12/bnpp-gelar-rakornas-pengamanan-perbatasan-negara-tahun-2020/

[2] Hal itu dikatakan Oleh Menteri Tito dalam sambutannya pada acara Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan Negara (Rakornas Pamtas) Tahun 2020 di Hotel Pullman Central Park Podomoro City, Jakarta Barat, Rabu (11/3/2020).

[3] https://indonews.id/artikel/27981/Menteri-Tito-Perlu-Sistem-Smart-Border-dalam-Pengelolaan-Pengamanan-Perbatasan/

Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Penyelesaian Konflik Batas Desa. Batas Desa merupakan pemisahan batas wilayah Administrasi Desa secara tegas di Lapangan.  Kejelasan batas wilayah tersebut menjadi patokan setiap wilayah dalam mengelola segala urusan administrasinya. Batas desa adalah salah satu contoh penegasan batas dalam skala kecil namun sangat penting.

Karena batas desa merupakan batas awal dimana akan mempengaruhi batas-batas lainnya seperti batas kecamatan, batas kabupaten dan Provinsi. Batas desa umumnya akan dapat diterima oleh semua pihak. Apabila didukung oleh dokumen otentik berupa, peta batas daerah dan tanda fisik di lapangan barupa pilar tanda batas.

Pemerintah desa melaksanakan kewenangan masing-masing dalam lingkup batas daerah yang ditentukan. Artinya kewenangan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa tidak boleh melampaui batas daerah. Yakni batas  yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Permendagri No: 45 tahun 2016 tentang Pedoman penetapan dan penegasan batas desa. Disana disebutkan bahwa Batas Desa adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa.

Resep Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Batas Desa yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti : Gigir/punggung gunung/pegunungan; median sungai, dan unsur buatan dilapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Penetapan dan penegasan batas Desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan. Untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu Desa, yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.

Sumber konflik batas Desa yang paling sering terjadi adalah tumpang tindih kepemilikan atau penggunaan lahan pertanian (ladang, sawah atau kebun) antar desa. Ditambah kurang kuatnya hubungan antara kelompok masyarakat oleh karena sejarahnya. Sumber konflik lain adalah sumber daya alam yang bernilai tinggi, berupa batu bara, hasil hutan non kayu, seperti sarang burung atau gaharu, dan potensi kayu Laonnya.

Karena mengharapkan keuntungan besar dari pemanfaatan sumber daya alam (misalnya, ganti rugi tanah atau fee) masing-masing pihak berusaha untuk mengubah kesepakatan letak Batas Desa, sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Bisa juga dengan memanfaatkan ketidak tahuan dari desa tetangga.

Seperti Apa Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Misalnya sebuah desa mendaftarkan batas desa nya ke Kabupaten. Mestinya pihak Kabupaten harus terlebih dahulu menanyakan kesepakatan batas dengan desa tetangga kepada Desa yang akan mengajukan batas desanya. Pada kenyataannya sering lupa atau memang pejabatnya “kurang” menguasai persoalan. Dengan demikian batas desa jadi legal tetapi sebenarnya “cacat” secara hukum. Maka konflikpun terjadi.

Solusi untuk permasalahan seperti ini sebenarnya secara teknis tidaklah susah. Sesuai Permendagri No 76 Tahun 2012 tentang Penegasan Batas Daerah. Yang diperlukan adalah adanya Peta Kerja Kartometerik. Peta Kerja dalam metode Kartometrik ini adalah Peta kerja.

Peta yang dapat menghasilkan kenampaan dua serta tiga dimensi terkait wilayah batas Desa. Wilayah yang ditampilkan pada peta kerja tersebut. Dengan kata lain peta kerja ini mampu menghadirkan kondisi lapangan yang sebenarnya secara tiga dimensi di ruang rapat. Sehingga para pihak dengan mudah melihat dan dapat menetapkan batas kesepakatan yang mereka inginkan diatas kertas. Baru kemudian dibawa kelapangan.

Baca Juga  :  Kemiskinan Yang MengInspirasi

Apa sebenarnya Metode kartometrik itu? Mengacu kepada Permendagri No.76 tahun 2012 metode Kartometrik. Adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran  / peng hitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayahnya.  Hal ini dibantu dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap.

Formula Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Dari pengertian ini. Maka untuk penelusuran, penarikan garis batas, dan pengukuran, perhitungan posisi (koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah. Maka harus disiapkan peta kerja. Peta kerja ini dibuat denagan memanfaatkan peta dasar  (peta RBI) sebagai acuan. Dan peta-peta, informasi geospasial lain, seperti citra satelit, landsat, spot dll.,  sebagai pendukung.

Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja. Peta  yang akan digunakan dalam pelacakan  untuk mencapai kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan. Peta ini juga digunakan untuk menentukan koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta dasar yang memadai, baik dari aspek skala maupun ketelitian dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut.

Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis  dan dokumen teknis. Dokumen yuridis  meliputi  peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan. Juda dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak. Dokumen teknis  meliputi peta dasar (peta RBI)  dan informasi geospasial lainnya (citra satelit, peta tematik) yang dijadikan sebagai dasar pembuatan peta kerja yang akan digunakan untuk pelacakan batas.

Peta Kerja Kartometrik Peta Solusi Masalah.

Peta Kerja Kartometrik ini memerlukan perangkat lunak seperti  : ESRI ArcGIS Desktop ; Global Mapper; Google Earth ; Spectral Transformer Tool Sets for Landsat-8 Imagery (GeoSage).

Proses Pengolahan  Citra dilakukan dengan tahapan Pre-processing, processing Citra  dan hingga analisisnya, serta pelacakan diatas peta kerja. Secara sederhana bisa kita tuturkan bahwa pada proses ini terdapat tahapan pre-processing dan prosesing citranya sendiri, dengan langkah langah sebagai berikut; Loading image ;

Citra mentah (raw image) berupa format citra diproses secara digital geoprocessing (image processing), seperti, format bit (16 sd 32 bit), format data (Geotiff, BILL, BSQ dll). Kemudian di koreksi radiometrik citra, process untuk mengurangi efek kesalahan akibat radiometri, seperti haze atmosfer, kesalahan strip data image dll.

Kemudian dilakukan koreksi geometri citra yakni penyesuain sistem koordinat citra terhadap sistem koordinat nasional (WGS 84).  Metode yang dimaksud cukup dengan model image to map register. Yakni dengan peta RBI skala 1 : 5000  sebagai master correction.

Kesepakatan Inti Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Karena diperlukan juga untuk kontrol vertikal (ketinggian), maka dilakukan koreksi citra terhadap data ketinggian. Data ketinggian yang dimaksud cukup menggunakan data SRTM yang memadai. Sehingga output citra final bisa menghasilkan citra yang terkoreksi baik secara horisontal maupun vertikal (Ortho Rectified Imagery).

Pada tahap Processing Citra, adalah prosesing pada citra yang sudah terkoreksi (ORI) dan itu dilakukan dengan tahapan lewat  Cropping image (ROI) sesuai lokasi kegiatan; Overlay data citra dan data kewilayahan; dan Analisis untuk updating segmen batas wilayah berbasis citra. Dalam tahapan pekerjaan prosesing Citra ini, bisa mempergunakan berbagai Software terkait prosesing yang diperlukan.

Software yang dipergunakan adalah software seperti : Global Mapper 11, Argis 10.1, Google earth, Spectral Transformer Tools untuk Landsat-8 Imagery (GeoSage) dll.  Proses data citra didahului dengan melakukan Penggabungan (pembuatan Mosaik) peta RBI untuk seluruh liputan batas Desa yang akan di tegaskan Batasnya. Hal ini dilakukan dengan penyusunan liputan peta sesuai dengan nomor Lembar peta (NLP) yang dibutuhkan sesuai corridor batas.

Tahapan berikutnya adalah melakukan buffering terhadap segmen koridor batas, yang dibutuhkan. Proses buffering dilakukan dengan memanfaatkan software misalnya dengan Argis. Proses ini dilakukan dengan mengikuti pemberian indeks segmen corridor batas. Segmen yang sesuai kode wilayah sebagaimana yang diberikan oleh PPBW-BIG dan sekaligus akan menetapkan jumlah segmen koridor batas. Jumlah ini sesuai dengan ketentuan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah ditetapkan. Dari proses buffering ini diperoleh sejumlah segmen koridor batas ( sesuai Peta segmen koridor batas).

Batas Negara Indonesia
Batas Negara Indonesia

Penyelesaian Perselisihan Batas Desa.

Untuk memperkaya atau memperlihatkan lebih jelas keadaan lapangan yang sebenarnya. Maka dilakukan proses pemodelan, baik dalam 2 ataupun 3 dimensi. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan Citra yang ada. Prosesing ini lebih sederhana karena berbagai data citra yang ada sudah dalam bentuk jadi (matang). Dengan demikian prosesnya lebih sederhana dan lebih cepat.

Secara teknis sebenarnya permasalahan Batas Desa tergolong sangat sederhana, tetapi persoalannya para pihak sudah datang dengan perhitungannya sendiri-sendiri. Masalah Batas yang sebenarnya bisa dengan jelas dapat dilihat pada Peta Kerja di Ruang Rapat serta bisa di cek kebenarannya di lapangan. Tetapi menjadi ruwet karena para pihak sudah terpola pikirannya. Apalagi sudah dapat masukan dari para pendukung yang juga punya kepentingannya masing-masing.

Secara Undang-undang masalahnya juga sudah di atur dengan baik, kuat dan mengikat. Misalnya seperti pada. Permendagri No 76 Tahun 2012 yang pada intinya.  Penyelesaian sengketa atau perselisihan batas bisa dilakukan diatas peta secara Kartometrik.  Permendagri  itu memberikan penekanan secara lebih tegas, dan kuat kepada Pemda Provinsi ( Gubernur) sebagai perpanjangan tangan Mendagri di daerah.

Pedoman Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Revisi tersebut kembali memberi penekanan sesuai amanat penyelesaian perselisihan batas daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 198, yakni :

Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kab/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

Baca   Juga   :  Membangun Tim Sukses Pilkada

Bilamana terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kab/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kab/Kota di luar wilayahnya, maka Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final. Juga ditegaskan jangka waktu dan mekanisme yang lebih jelas.

Secara tegas Permendagri No 76 Tahun 2012 memberikan arah yang jelas pada Penyelesaian Perselisihan oleh Gubernur, yakni terdapat pada Pasal 26 :

  • Gubernur melakukan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dengan mengundang rapat bupati/walikota yang berselisih.
  • Bupati/walikota yang berselisih memaparkan kondisi riil wilayah yang dipermasalahkan dan melakukan pertukaran dokumen dalam rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Kemudian Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Penyelesaian Konflik Batas Desa Sesuai Permendagri N0 76 Tahun 2012.

Untuk mengikat waktu permendagri No 76 tahun 2012 itu mengamanatkannya lagi pada Pasal 27 Yakni:

  • Gubernur mengundang bupati/walikota yang berselisih dalam rapat kedua paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah rapat pertama dalam hal tidak tercapai penyelesaian.
  • Juga Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Diperkuat lagi pada Pasal 28; yakni :

  • Gubernur mengundang bupati/walikota dan Tim PBD Pusat dalam rapat ketiga untuk memfasilitasi penyelesaian perselisihan dalam hal tidak tercapai penyelesaian perselisihan dalam rapat kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
  • Juga Gubernur memutuskan perselisihan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Apabila Gubernur tidak dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menyerahkan proses selanjutnya kepada Menteri Dalam Negeri.

 Pada Pasal 29 hal itu diperjelas lagi dengan :

  • Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 bersifat final.
  • Dari Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Surat Gubernur.
  • Surat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian dari penyusunan Peraturan Menteri tentang Batas Daerah.

Pada pasal 30 upaya mempercepat penyelesaian tersebut diperkuat lagi. Lihat selengkapnya isi pasal 30 yakni: Dalam hal ada pihak yang tidak hadir dalam rapat dan/atau tidak melaksanakan tindak lanjut hasil rapat, maka pihak yang tidak hadir dan/atau tidak melaksanakan tindak lanjut hasil rapat dianggap telah sepakat.

Di susul oleh Pasal 31, yakni : Gubernur melaporkan hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 kepada Menteri dilampiri dengan berita acara selesainya perselisihan yang ditandatangani oleh bupati/walikota yang berselisih.

Batas Penyelesaian Konflik Batas Desa.

Sebagai kata kunci pengikat waktu dapat dilihat pada Pasal 32. Penyelesaian perselisihan batas daerah antar kabupaten/kota dalam satu provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. Dilakukan paling lama enam bulan setelah rapat pertama penyelesaian perselisihan dilaksanakan. Tapi memang demikianlah tipikal perseleisihan Batas Desa, tidak berbeda dengan batas-batas lainnya. Susah di kompromikan dan hanya fokus pada kepentingannya sendiri-sendiri

Ketika Tugu Batas Di Geser
Ketika Tugu Batas Di Geser

Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Oleh Harmen Batubara

Penyelesaian Konflik Batas Daerah. Perselisihan batas Daerah. solusinya adalah kesepakatan para pihak, solusi yang sesuai Undang-undang. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah untuk menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006. Hal ini  sejalan dengan Permendagri No 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.

Menyebutkan bahwa penentuan batas daerah secara pasti, sangat diperlukan untuk melaksanakan amanat undang-undang tentang pembentukan daerah.  Termasuk dalam rangka menciptakan kepastian hukum wilayah administrasi pemerintahan.

Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah
Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah

Perselisihan batas daerah telah menjadi persoalan besar dan menjadi salah satu keprihatinan Nasional. Rangkaian konflik ini telah banyak menghabiskan waktu, dana dan peluang untuk pembangunan daerah ke arah yang lebih baik lagi. Sejak era otonomi daerah (Otda) tahun 1999, jumlah daerah otonom telah bertambah sebanyak 205 buah, yakni 7 provinsi, 164 Kabupaten dan 34 kota (Kemendagri, 2010).

Solusi Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Jumlah perselisihan Batas antar Daerah  di Indonesia saat ini ada sebanyak 977 segmen, dengan rincian 162 segmen batas antar Provinsi dan 815 segmen batas antar Kabupaten/Kota. Alhamdulillah Kementerian Dalam Negeri telah dapat menyelesaikan sebanyak 453 segmen. Dengan rinsian 78 segmen batas antar Provinsi dan 375 segmen batas antar Kabupaten/Kota.  Jumlah yang ditetapkan dengan Permendagri mencapai 364. Selain itu, sebanyak 355 segmen dalam proses tahapan penegasan batas dan 169 segmen belum dilakukan penegasan batas daerah.

Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-undang No. 22/1999 yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mewujudkan perubahan sistem dari pemerintahan yang sentralisasi menjadi desentralisasi. Tapi  ternyata banyak disalah tapsirkan. Karena itu muncullah semangat “kedaerahan” yang berlebihan, primodialisme dan sektarianisme terus menguat. Ada masa waktu itu. Tafsiran yang keliru terhadap otonomi daerah ini pada akhirnya turut mendistorsi semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Akar Masalah dan Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Indikator lain yang dapat dilihat dari kekeliruan mentafsirkan otonomi daerah ini adalah terjadinya konflik komunal di beberapa daerah.  Dimana sekelompok orang cenderung memaksakan kehendaknya terutama dalam pengisian jabatan-jabatan politik dan birokrasi. Sseperti pengisian kepala daerah dan jabatan-jabatan struktural lainnya yang harus diisi oleh putera daerah. Demikian juga dengan batas daerah, pada era ini perbatasan menjelma jadi kedaulatan yang tidak boleh diusik oleh siapa saja.

Baca Juga : Mau Jadi Penulis Profesional ?

Sejak berlakunya UU.No.22 tahun 1999, daerah mempunyai peluang yang lebih mandiri dalam mengelola daerahnya sesuai kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Pada UU No.22 tahun 1999 banyak kewenangan yang diberikan ke daerah kecuali  bidang-bidang: politik luar negeri, fiskal dan moneter, pertahanan, keamanan, hukum dan keagamaan.

Dengan demikian, semenjak era otonomi daerah kewenangan yang luas.  Daerah mempunyai porsi kewenangan yang sangat besar dibandingkan dengan era sebelumnya. Adanya pelimpahan wewenang  yang luas kepada daerah untuk mengelola wilayahnya menciptakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah daerah.

Pemekaran daerah jadi booming. Ada berbagai faktor penyebab yang mendorong munculnya pemekaran yaitu: faktor kesejarahan, ketimpangan pembangunan, luasnya rentang kendali pelayanan publik dan  tidak terakomo dasinya representasi politik. Sedangkan faktor penyebab pemekaran jadi lebih menarik adalah limpahan fiskal yang berasal dari APBN berupa DAU (Dana Alokasi Umum)  dan DAK (Dana Alokasi Khusus).  Penentuan DAU memperhatikan kebutuhan daerah yang tercermin dari data jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografis dan tingkat pendapatan masyarakat dan potensi ekonomi daerah (Salam, 2002).

Wilayah Adninistrasi Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Pentingnya batas wilayah daerah otonom yang benar (tidak bermasalah) adalah untuk :1) kejelasan cakupan wilayah dalam pengelolaan kewenangan administrasi pemerintahan daerah, 2) menghindari  tumpang  tindih tata ruang daerah, 3) efisiensi – efektivitas pelayanan publik, 4) kejelasan luas wilayah, 5) Untuk kejelasan administrasi kependudukan.

Juga untuk  6) Begitu juga kejelasan daftar pemilih (Pemilu, Pilkada), 7) Ditambah kejelasan administrasi pertanahan, 8) Termasuk kejelasan perijinan pengelolaan sumberdaya alam (Subowo, 2009). Oleh sebab itu batas wilayah daerah otonom memiliki arti penting dan strategis apabila dibandingkan dengan era sebelumnya.  Maka  ketidak jelasan batas wilayah daerah otonom selalu menjadi sumber penyebab sengketa batas antar daerah (Kristiyono,  2008).

Sengketa batas wilayah bisa terjadi dalam hal adanya ketidaksepakatan batas hasil  penetapan dalam undang-undang pembentukan daerah maupun dalam proses penegasan yaitu pemasangan tanda batas di lapangan. Dalam praktek di lapangan, proses penegasan batas daerah tidak selalu dapat dilaksanakan dengan lancar. Bahkan ada kecenderungan jumlah sengketa batas antar daerah meningkat (Rere, 2008). Pada tanggal 3 September 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan kebijakan Moratorium (penghentian sementara) pembentukan daerah otonom baru.

Mempercepat Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Namun demikian, dalam kurun waktu 10 tahun (1999 – 2009) terjadi penambahan daerah otonom baru sebanyak 205 buah, yang terdiri atas 7 daerah provinsi, 164 daerah kabupaten dan 34 daerah kota.  Dengan demikian total jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 524 daerah otonom. Yang terdiri atas 33 daerah provinsi, 398 kabupaten dan 93 daerah kota (Kementrian Dalam Negari, 2010).

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus ber upaya untuk mendorong upaya percepatan Penegasan Batas Daerah untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemendagri mendorong Kepala Daerah untuk menyelesaikan perselisihan maksimum 30 hari kerja. Persoalan Penegasan Batas Wilayah ini telah menjadi bagian dari percepatan program pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama tiga tahun.

Pengamanan Perbatasan
Pengamanan Perbatasan

 “Dalam upaya percepatan penegasan batas daerah Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000,” kata Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (BAK), Eko Subowo, dalam keterangan pers di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat (9/10/2017). Eko mengatakan, Peraturan Presiden tersebut memberi arahan dalam percepatan penegasan batas antar daerah, sebagai upaya dalam menciptakan tertibnya wilayah administrasi suatu wilayah.

Perlu Sinergis Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Khususnya wilayah berdampak pada pentingnya kejelasan cakupan wilayah administrasi pemerintahan.  Kejelasan administrasi kependudukan; Untuk kejelasan daftar pemilih (pemilu, pilkada); Buat kejelasan administrasi pertanahan; Ditambah kejelasan perizinan pengelolaan SDA, dan kejelasan pengaturan tata ruang daerah.

Menurut Eko Kemendagri telah melakukan beberapa terobosan. Pertama, mengambil alih penyelesaian batas (Kabupaten/Kota) yang tidak bisa diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi. Karena dalam Peremendagri 76 tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Antar Daerah.

Gubernur diberi kewenangan menyelesaikan perselisihan batas antar daerah selama 6 bulan. Kalau tidak mampu maka Gubernur di “paksa” untuk menyerahkan masalah penyelesaiannya ke Mendagri. Karena itu, “Kemendagri mendorong agar Gubernur dapat menyelesaikan perselisihan maksimum 30 hari kerja,” ujar Eko.

Baca Pula : Pengalaman Jadi Penulis Harian Lepas

Secara teknis, ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penegasan batas antar daerah. Cara atau metode ini boleh dikatakan hampir sama sejak  Permendagri No 1 Tahun 2006, demikian juga dengan Permendagri No 76 Tahun 2012 serta Permendagri No 141 Tahun 2017.  Yang membedakannya adalah  adanya perubahan dari penentuan titik pasti di lapangan.  Pada Permendagri No 1 Tahun 2006 di ganti dengan metode Kartometrik pada Permendagri No 76 Tahun 2012.

Pemda Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Demikian pula pada Permendagri No 141 Tahun 2017 yang membedakannya adalah pada pemberian kewenangan yang lebih besar kepada Gumbernur. Dalam meyelesaikan perbatasan yang ada di wilayahnya yang secara substansi menjadi revisi diantaranya: Rentang waktu penyelesaian perselisihan oleh gubernur diperpendek menjadi + 2,5 bulan. Dan dapat diambil alih oleh menteri jika tidak ada laporan dari gubernur.

Memperinci data dasar dan data dukung yang digunakan dalam penegasan batas daerah.  Memperinci tugas masing-masing Tim PBD baik pusat maupun daerah . Dan Memperinci sumber pendanaan kegiatan penegasan batas baik dari APBN maupun APBD.

Kedua, Kemendagri menerbitkan SE kepada Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi dan Kab/Kota (SE No. 125.4/3618/SJ dan SE 125.4/3619/SJ) untuk mensinergikan program dan kegiatan dalam APBD 2018 untuk penyelesaian batas antar daerah. Selain itu, melakukan sinkronisasi kegiatan dengan Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (KSP), khususnya terkait dengan target KSP sebagaimana diatur dalam Perpres 9 Tahun 2016.

Penguatan Daerah Dalam Penyelesaian Konflik Batas Daerah.

Secara teknis Percepatan Pelaksanaan KSP dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan, yaitu:

  • Kompilasi data IGT (Informasi Geospasial Tematik) yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga, Kelompok Kerja Nasional IGT, dan/atau pemerintah daerah untuk seluruh wilayah Indonesia;
  • Integrasi data IGT melalui proses koreksi dan verifikasi IGT terhadap IGD (Informasi Geopasial Dasar); Inkronisasi dan penyelarasan antar data IGT yang terintegrasi; dan Penyusunan rekomendasi dan fasilitas penyelesaian permasalahan IGT, termasuk penyediaan alokasi anggaran dalam rangka penyelesaian permasalahan tersebut.
  • SE Kemendagri tersebut mendorong agar kegiatan Kompilasi Data IGT (tema batas Daerah) di singkronkan dengan IGD yang ada. Dengan cara ini maka diharapkan penyelesaian perselisihan batas antar daerah semakin terkoordinasi.

Baca Juga  :  Pengamanan & Pertahanan Di Perbatasan

Tetapi sebenarnya dalam pelaksanaannya dan dari berbagai pengalaman yang kita teliti, cara termudah untuk menyelesaikan perselisihan perbatasan ini bukanlah pada kelengkapan datanya, bukan pula pada kebenaran perbatasan itu sendiri sesuai dengan UU yang dimilikinya.  Tetapi yang paling baik itu adalah pada kesepakatan bersama. Kalau kedua belah pihak sepakat, maka seperti apapun wujud dan lokasi perbatasan yang selama ini jadi sumber permasalahan bisa berubah jadi batas kesepakatan.

Jadi diharapkan bagi Pemda yang mempunyai perselisihan batas maka sebaiknya carilah Lokasi dimana kedua belah pihak sepakat. Dengan kesepakatan semua masalah perbatasan jadi selesai. Jangan terlena pada data dan UU yang dimiliki. Karena semua itu kalau tidak diakui oleh pihak lainnya maka tidak akan ada maknanya. Karena tanpa kesepakatan maka tidak ada yang bisa menetapkan batas yang sebenarnya. Itu Fakta dan itu berlaku dimana-mana. Baik itu perbatas antar Negara maupun perbatasan antar daerah. Tanpa kesepakatan, maka perbatasan hanyalah sumber masalah yang tidak akan ada selesainya.

Konten Marketing
Konten Marketing